Minggu, Agustus 26, 2007

Manyar Manyar

: untuk atik

Jika boleh rindu,
ejalah namaku di sela bibirmu

Jika boleh rindu,
diam saja di situ
simpan semua gincu di dadamu

Jika tak boleh rindu,
pergi saja sesukamu
biar aku yang mencarimu

Minggu, Agustus 19, 2007

Pram Tidak Membakar Buku!

: Menanggapi Arya Gunawan dan Prahara Budaya dengan (Sedikit) Rinci

Arya, Jadi kapan sebenarnya Pram membakar buku seperti halnya Nur Mahmudi Ismail?

Sayang sekali Anda tak bisa menjawabnya dan justru berkelit dengan mengganti frase “Pram bakar buku” dengan frase “mendiamkan / menganjurkan membakar buku”.

Saya sudah menduga Anda tak bisa menjawabnya. Saya juga bahkan sudah bisa menduga Anda akan berkelit dengan mengganti frase “Pram membakar buku” dengan frase “Pram membiarkan/menganjurkan bakar buku”. Dugaan saya sepenuhnya presisi.

(Jujur, saya tidak yakin Anda akan mengganti frase “Pram bakar buku” dengan “Pram menganjurkan/mendiamkan pembakaran” jika saya tidak menantang Anda secara terbuka untuk berbicara mengenai perkara ini secara detail – kendati Anda bilang tulisan panjang Anda bukan karena untuk menanggapi tantangan saya).

Selengkapnya......

Kamis, Agustus 16, 2007

Naskah "Asli" Proklamasi yang Tak Jadi Dibacakan

Tanpa bermaksud ikut-ikutan Roy Suryo, saya posting naskah Pernyataan Kemerdekaan (Proklamasi) yang "asli". Istilah "asli" di sini maksudnya naskah inilah yang awalnya direncanakan akan dibacakan pada pernyataan kemerdekaan. Naskah ini dibahas dan disepakati oleh anggota BPUPKI pada 14 Juli 1945 (tanggal yang bertepatan dengan Revolusi Prancis), selama kira-kira 76 menit, dari jam 13.30 -- 14.46.

Naskah ini tidak jadi dibacakan karena pada dinihari 17 Agustus 1945, pada saat Soekarno-Hatta, dkk., berkumpul di kediaman Marsekal Maeda untuk membahas pernyataan kemerdekaan, tidak ada satu pun orang yang hadir membawa naskah Pernyataan Kemerdekaan yang disusun di BPUPKI.

Itulah sebabnya muncul naskah Proklamasi yang begitu pendek dan ringkas yang berbunyi: "Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja."

Berikut di bawah ini saya ketik ulang naskah Proklamasi yang tidak jadi dibacakan itu:

Selengkapnya......

Rabu, Agustus 15, 2007

Kronik Rengasdengklok dan Soekarni yang Lucu

Kenapa Soekarno-Hatta "diculik" ke Rengasdengklok?

Karena Soekarno-Hatta tak bisa didesak oleh para pemuda untuk memproklamirkan kemerdekaan secepat-cepatnya.

Pada malam 15 Agustus 1945, sekitar pukul 22.00, sejumlah perwakilan para pemuda, di antaranya Chairul Saleh dan Wikana, mendatangi kediaman Soekarno di jalan Pegangsan Timur 56. Di sana bukan hanya ada Soekarno, tapi juga ada Hatta, Achmad Soebardjo, Iwa Koesoema Soemantri hingga Seodiro (kelak menjadi gubernur Jakarta pertama).

Pada kesempatan itulah para pemuda mendesak Soekarno-Hatta untuk secepat-cepatnya memproklamirkan kemerdekaan.

Wikana bilang begini: “Apabila Bung Karno tidak mau mengucapkan pengumuman kemerdekaan itu malam ini juga, besok akan terjadi pembunuhan da penumpahan darah!”

Soekarno naik darah. Dia bangkit dan menunjukkan batang lehernya pada Wikana: “Ini leherku, seretlah aku ke pojok ke sana dan sudahilah nyawaku malam ini juga, jangan menungu sampai besok!”

Selengkapnya......

Fitnah Linda Christanty!

Linda Christanty, pengarang Kuda Terbang Mario Pinto dan wartawan PANTAU yang termasyhur itu, kemarin mengata-ngatai saya "bernalar dangkal" dan "tukang fitnah".

Inilah tulisan Linda itu:

"Kau yang namanya Zen, jangan sembarangan menuduh aku mengatakan Pram membakar buku yang kau bilang kau baca di blog Andreas. Kau baca lagi tuh emailku di blog Andreas. JANGAN KAU MAIN FITNAH DENGAN NALARMU YANG DANGKAL ITU! KAU BACA LAGI TUH EMAILKU DI BLOG ANDREAS DENGAN TELITI. Kau tahu nggak, kalau kau sembarangan menuduh orang, kau bisa mencelakakan nasib orang. Kalau kau masih baru belajar berkata-kata,nggak usah terlibat dalam perdebatan yang pakai otak."

Inilah Jawaban saya:

Selengkapnya......

Senin, Agustus 13, 2007

Tantangan Terbuka Buat Arya Gunawan

Saya baru saja membaca kritik Arya Gunawan terhadap materi pernyataan sikap menolak pembakaran buku sejarah (salah satu tulisan Arya Gunawan ada di bagian bawah postingan ini).

Tolong sampaikan pertanyaan saya pada Arya Gunawan:

1. Kapan Pramoedya membakar buku? Di mana? Buku apa saja yang dibakar?
2. Kapan LEKRA membakar buku? Di mana? Buku apa saja yang dibakar?
3. Siapa yang sebenarnya membakar buku? Pram atau LEKRA atau PKI atau ketiganya?

Saya harus bertanya ini karena "kasus" pembakaran buku oleh Pram dan LEKRA sudah dipercaya seperti sebuah kebenaran tanpa orang merasa perlu menjelaskan di mana dan kapan pembakaran itu dilakukan. "Sialnya", orang-orang yang percaya kebanyakan hanya merujuk buku Prahara Budaya-nya Taufik Ismail, buku yang bagi saya tidak otoritatif dan dipenuhi semangat "memberangus" kenyataan sejarah secara proporsional.

Tolong sampaikan pada Arya Gunawan , saya menantangnya untuk berbicara secara detail mengenai perkara ini. Dan juga jernih. Juga proporsional. Supaya jelas duduk perkaranya.

Selengkapnya......

Sabtu, Agustus 11, 2007

Indonesia yang Unhattaistic

Jika Bung Hatta masih hidup, 12 Agustus ini ia akan merayakan ulang tahunnya yang ke-105. Dan jika saya berkesempatan mengucapkan selamat ulang tahun, saya akan bertanya padanya: “Bung, apakah Papua sebaiknya dibiarkan merdeka saja?”

Bung Hatta orang terdepan yang menolak Papua dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia. Pendirian itu diutarakannya dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 10 Juli 1945.

Hatta tidak hanya berhadapan dengan Soekarno dan Soepomo, juga dengan Agus Salim dan terutama Muhammad Yamin. Orang yang terakhir ini pernah berpidato di hadapan sidang BPUPKI pada 31 Mei dengan menyitir Kitab Negarakrtagama, terutama syair 13-15 yang berisi uraian Mpu Prapanca ihwal luas wilayah Nusantara pada masa kekuasaan Majapahit.

Dengan dingin dan tanpa basa-basi, Hatta bicara: “Saya belum dapat menerimanya oleh karena kalau kita tinjau dari ilmu pengetahuan maka ilmu selalu mulai dengan twijfel, tidak percaya. Kalau sudah ada bukti, bukti bertumpuk-tumpuk yang menyatakan bahwa bangsa Papua sebangsa dengan kita dan bukti itu nyata betul-betul, barulah saya mau menerimanya. Tetapi buat sementara saya hanya mengakui bahwa bangsa Papua adalah bangsa Melanesia.”





Selengkapnya......