Sabtu, April 07, 2007

Guru yang Membuka Tirai Tuhan (I)

Ketidakhadiran yang "Hadir"

Sebelum mengenal Rumi atau Plato, saya lebih dulu akrab dengan Pandawa dan Kurawa. Sebelum saya tahu Syams at-Tabrizi dan Socrates sebagai guru dari Rumi dan Plato, saya lebih dulu akrab dengan Resi Durna yang jadi guru Pandawa dan Kurawa.

Hingga kini, ketika esai ini disusun, saya masih cukup ingat sebuah fragmen yang mengisahkan ketokohan Resi Durna sebagai seorang guru. Satu saat, persis ketika Durna sedang mengajari lima ksatria Pandawa keahlian memanah, seorang ksatria yang dari mana entah asal-usulnya, tiba-tiba datang dan memohon agar Durna bersedia mengangkatnya sebagai murid. Ksatria itu mengutarakan isi hatinya kalau dirinya begitu ingin mengunduh kemahiran memanah Durna.

Tapi Durna menampik. Sambil menunjuk lima kakak beradik Pandawa, Durna kurang lebih bilang begini: “Tak bisa, bung! Saya sudah dikontrak secara eksklusif khusus untuk menjadi guru anak-anak ini.”

Bukan main masygulnya ksatria anonim itu. Tapi apa boleh dikata, sabda sudah dimuntahkan. Dan guru sekaliber Durna agak musykil mencabut ulang sabdanya. Pulanglah si ksataria yang sudah kebelet betul ingin menjadi pemanah pilih tanding itu.

Tapi ia tak mundur selangkah pun dari niat awal menjadi pemanah yang mumpuni. Ketimbang mencari guru memanah yang lain, ia memilih berlatih sendirian. Dan untuk terus memompa semangatnya, ksatria dengan tekad sekokoh beton ini membuat patung yang persis menyerupai sosok Durna. Dengan terus-terusan dikawani dan “diawasi” oleh replika Durna, ksatria itu berlatih tekun. Segigih-gigihnya. Segiat-giatnya. Tiap kali berlatih memanah, dia membayangkan sedang dididik langsung oleh Durna yang sesungguhnya.

Dan konon, akhirnya si ksatria anonim itu punya kemahiran memanah setanding dengan ksatria-ksatria yang langsung dididik oleh Durna, Sang Pandita.

0 komentar: