Jika saya Paul Warfield Tibbets Jr., barangkali saya akan menyesal, mungkin juga meminta maaf. Tapi saya bukan Tibbets Jr. Dan itulah sebabnya saya hanya bisa berandai-andai.
Hari ini saya mendengar Tibbets Jr. wafat dalam usianyanya yang ke-92 tahun. Dia menghembuskan nafas terakhirnya di satu kawasan di Ohio.
Tibbets Jr. adalah pilot pesawat pembom B-29 yang membawa bom atom yang masyhur dinamai dengan julukan Little Boy. Bom itulah yang dijatuhkan di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sudah jelas, ribuan orang tewas karena pemboman itu, langsung maupun tidak. Cukup jelas pula kerusakan ekologis akibat pemboman itu. Dan, cukup benderang juga, seperti apa akibat pemboman ini terhadap konstelasi politik dan militer dunia yang sedang dicengkau Perang Dunia II itu.
Tibbets pernah mengunjungi Horoshima beberapa hari setelah pemboman yang menjadi peristiwa pembunuhan massal terbesar yang pernah terjadi di muka bumi. Ia memberi testimoni begini: "Beberapa jalan dan daratan yang kami lalui telah melengkung dan tertekuk-tekuk akibat bom. Hal tergila yang pernah dilihat."
Bandingkan dengan testimoni yang diberikannya beberapa saat sebelum ia menjatuhkan Little Boy: "The city we had seen so clearly in the sunlight a few minutes before was now an ugly smudge. It had completely disappeared under this awful blanket of smoke and fire."
Ketika itu, Tibbets Jr., baru berusia 30 tahun. Dia didampingi oleh seorang ko-pilot yang, menurut kesaksiannya sendiri, membuatnya lebih berani menjatuhkan Little Boy. "If Dante had been with us on the plane, he would have been terrified."
Dante adalah nama ko-pilot yang mendampingi Tibbets Jr. Dante juga adalah nama seorang pengarang Italia terkenal, Dante Alighieri, yang pernah menulis Divina Commedia yang menggambarkan situasi di akhirat ke dalam tiga bagian: purgatorio, paradiso, dan inferno. Bagian yang paling kontroversial dari Divina Commedia adalag bagian inferno (neraka) yang menggambarkan situasi neraka dan bahkan menyebut Muhammad sebagai salah satu penghuninya.
Jika Dante Alighieri hanya bisa menggambarkan situasi neraka, Dante yang ko-pilot inilah yang membuat Tibbets Jr., bisa punya cadangan keberanian untuk menjadikan Hiroshima seperti "neraka" yang membara pada pukul 08.15 pagi.
Dan, yang saya tahu, Tibbets Jr., disebut-sebut tak pernah mengungkapkan penyesalan dan permintaan maaf atas kerusakan yang ditimbulkan bom atom Little Boy, persis seperti sikap pemerintah Amerika Serikat. Jika saya berada di posisi Tibbets Jr., dan sudah mendekati haro-hari akhir kehidupan, barangkali saya akan menyatakan penyesalan dan pasti akan meminta maaf.
Bagaimana jika Anda adalah Tibbets Jr.? Apakah Anda akan menyatakan penyesalan dan meminta maaf?
Jika Anda ingin mendapatkan buku Max Havelaar atau The Alchemist , silakan tulis komentar atau jawaban Anda. Dua jawaban atau komentar yang saya anggap terbaik akan saya kirimi dua novel hebat itu. (Jika Anda sudah memiliki dua novel itu, saya akan berikan opsi novel lain yang mungkin belum Anda miliki).
Saya tunggu hingga 2 minggu sejak tulisan ini resmi dilansir.
Jumat, November 02, 2007
Mau Buku Gratis? Saya Akan Membaginya
Diposting oleh zen di 1:04 AM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Template asal oleh
headsetoptions
diadaptasi ke Blogger oleh
blog and web | dipercantik oleh udin
17 komentar:
kalo saya jadi Tibbets Jr, saya akan minta maaf. bukan karena saya takut dirajam di inferno, tapi karena saya telah melakukan sebuah kejahatan kemanusiaan.
maka, saya tidak perlu meminta jenazah saya dikremasi karena takut dijadikan sasaran kemarahan para korban dan keturunannya (Tibbets Jr minta jenazahnya dikremasi)
saya rasa tidak ...
mengapa saya harus menyesal? penyesalan tidak akan merubah keadaan. Seperti ungkapan klasik: "I just work on my duty."
Dilema nilai .. antara tugas dan moralitas memang rumit, tetapi saya rasa pilot itu tidak bisa disalahkan.
Bila dia tidak menjatuhkan bomnya toh ada orang lain yang akan melakukannya ... sama saja.
Namun bila saya adalah Harry Truman .. maka saya akan sangat menyesal atas ketidakmampuannya untuk mencari cara lain mengakhiri perang pada waktu itu.
Kalau saya jadi Tibbets Jr.?
Saya akan menyuruh Zen untuk langsung menetapkan Ikram sebagai pemenang sayembara ini :)
Oh iya, perkara minta maaf ya.
Saya akan meminta maaf karena telah membuka jalan bagi Amerika Serikat hari ini untuk seenak-enaknya mengebom negara orang. Afghanistan dan Irak, misalnya.
Jika saya Tibbets Jr, saya akan membaca Inferno-nya Dante dan belajar menulis dari situ. Lalu jika saya tak mampu menulis buku sebagus Dante, minimal saya bisa menulis sebuah epitaph berisi permohonan maaf untuk dipasang di batu-nisanku.
Merayakan kematian dengan membagikan buku? Dan mengapa harus seorang pembunuh raksasa macam Tibbets?
Dan sikap Tibbets yang tidak pernah meminta maaf ataupun menyesal? Kalau pun saya jadi Tibbets, atau berada di posisinya, saya pun tidak akan meminta maaf atau menyesal. Karena yang saya lakukan adalah membela bangsa saya sendiri. Harga diri bangsanya pernah dilukai melalui Pearl Harbor, jika Hiroshima lebih dahsyat, itulah dendam yang ada dalam dirinya sebagai anak bangsa. Tidak ada moral dalam perang, buat apa menyesal apalagi meminta maaf? tapi bagaimanapun, war is not kind...
Zen, aku mau Max Havelar!! tanpa comment ya?! kirim via pos ajah..ntar pas aku ke Jogja aku ganti sama yang lain :P
setiap tindakan adalah sejarah dan setiap sejarah adalah pelajaran bagi yang membacanya.
saya (tibbets jr) telah melakukan tindakan yang menjadi sejarah bagi kemanusiaan. saya telah memberikan pelajaran bagaimana manusia bisa begitu bengis menghilangkan ribuan nyawa dan menghentikan harapannya.
meski saya nanti dikenal sebagai orang yang paling bengis, saya rela dan saya tidak menyesal karena semua jadi tahu hal yang terburuk yang bisa dilakukan oleh seorang manusia.
kalo saya jadi Tibbets Jr, saya mau mengasingkan diri ke desa kecil. dimana ngga ada orang lain bisa menghakimi atas semua hal yang sudah saya lakukan, dan tidak melihat kejadian itu hanya hitam dan putih.
saya akan jadi petani atau peternak, dan menghabiskan masa tua dengan damai. Terserah dunia mau ngomong apa...cuma Tuhan yang boleh menghakimi...
minta maaf? mungkin yang lebih pantas minta maaf adalah pemerintah AS...
Zen, aku mau Maxhavelaar, pengen baca cerita lengkap Saijah dan Adinda...Sang Alkemis udah baca dan udah punya hehehe...
hmm..hm..alo mas salam kenal..salaman dulu..salam..salam..klo saya jadi tibbets jr saya juga ngga ngungkapin perasaan menyesal,,karena saya sudah memberi jalan kemerdekaan indonesia bisa di taon 45 dengan meluluh lantakkan*lagu samson* jepon,,hehe..n saya juga ngga kan minta maaf karena maaf saya ngga akan mengubah apa2,, saya akan lebih memilih untuk menanggung ini di akhirat biar tuhan beri saya hukuman setimpal "seandainya saya memang salah",,klo saya minta maaf n seluruh warga jepon mamaafkan ya..kehapus dong dosa saya..saya ingin yang maha kuasa saja yang hukum,,biar saya bisa rasakan panasnya api inferno (neraka) seperti rakyat hirosima nagasaki merasakan sakitnya bom atom,,jadi saya akan bayar apa yang saya lakukan di akhirat saja *doakan saya yah*...
saya akan menulis biografi saja, dan membagikanya gratis ke semua orang. :)
Kalau saya Tibbets Jr, tentu saya akan meminta maaf. Sikap ksatria yang pertama ialah berjiwa besar. Ini memang perkara harga diri bangsa Tapi, kemerdekaan apalah yang didapat kalau ternyata dengan kemerdekaan itu kita mengebiri kemerdekaan orang lain? Perang hanyalah sampah! Pejuang, tentara, atau apalah namanya, memang diperlukan, tapi bila mereka tak ada pun kita tak usah merasa kehilangan bila kita memiliki masyarakat yang tak tertekan..
Vandzoelicious..
Kalau saya yang jadi dia, tentunya saya akan minta maaf. Bukan pamrih atau taubat aji mumpung, tapi setahu saya setiap perwira pasti belajar apa itu yang namanya berjiwa besar. Sikap inilah yang jadi bahan dasar untuk mencetak setiap prajurit handal.
Bagi saya, tentara, prajurit, atau perwira tetaplah diperlukan, tapi bila mereka tak ada lagi, tak usahlah kita bersedih, bila kita mempunyai masyarakat yang tak tertekan...
VANDZOELICIOUS...
Melalui tulisan ini : saya menyatakan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Jepang, yang telah merasakan penderitaannya akibat bom yang sudah saya jatuhkan. Tapi Saya yakin anda juga semua maklum, bahwa saya hanya seorang prajurit yang melaksanakan tugas saya, saat itu. Semoga Tuhan mengampuni saya.
(Tibbets memang meminta Tulisan ini dipublikasikan setelah dia purna dari kehidupan ini. Tabik)
Sebagai prajurit saya tidak meminta maaf karena itu adalah panggilan tugas.
Sama seperti pemerintah Jepang yang tidak meminta maaf terhadap mantan Gheisa.
Menyesal memang tidak mengubah keadaan. Tapi jika saya jadi Tibbets, melalui penyesalan itu saya menyelami pedalaman diri saya sebagai manusia, dengan segala kompleksitasnya, dengan baik-buruk di sepanjang kehidupan saya. Saya juga akan meminta maaf, karena -meski tugas negara- saya bertanggung jawab atas pilihan yang saya lakukan, yang menyebabkan nestapa sekian ribu
orang...Maaf itu untuk mereka, dan saya sendiri, biarlah Tuhan yang memutuskan...
Tepat 2 minggu, ya Zen? I just wanna to know, bukumu jatuh pada siapa...
Ogut ketingggalan neh coy! Kalo ogut yang jadi tu orang, y jelas ogut bakal minta maaf, prajurit gitu loh! Naluri dasar yang wajib dipelajari prajurit ialah bagaimana caranya bagi ia untuk menjadi seorang yang berjiwa besar. Dan meminta maaf merupakan salah satu pion penting berjiwa besar tadi.
Tapi, ya mungkin ada hal-hal lain yang membuat ia menjadi enggan meminta maaf.
Amerika dudes!
Patriotik tak sebanding dengan nyawa. Agama pun dibabat untuk menyerukan kemerdekaan. Demokrasi. Sekuleritas.
Omong kosong perang memang telah mengingkari kemerdekaan dan patriotik tadi. Dan meminta maaf jadi artefak kuno yang perlu ditabik...
Ajibbb!!!!!!!!!
jadi siapa pemenangnya ?
*sambil ngliatin orang berlomba kirim komeng*
kalo saya jadi tibbets Jr, saya akan...SUSAH TIDUR..
yakin wis po, percaya..mesti ho oh
tabiks
ipungmbuh SH
www.lembaranpung.wordpress.com
Posting Komentar